Jenis dan Hierarki Urutan Perundang-Undangan di Indonesia

Jenis dan Hierarki Urutan Perundang-Undangan di Indonesia
Jenis dan Hierarki (Tata Urutan Perundang-Undangan


A. Jenis dan Hierarki (Tata Urutan Perundang-Undangan)
Peraturan perundangan-undangan berbeda dengan Undang-Undang, karena Undang-Undang hanya merupakan salah satu bagian dari peraturan perundang-undangan. Peraturan Peundang-Undangan itu sendiri adalah semua pertauran tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis.

Dalam kehidpan berbangsa dan bernegara, peraturan perundang-undangan berfungsi, antara lain sebagai berikut:
1) sebagai norma hukum bagi warga negara karena beisi ­peraturan untuk membatasi tingkah laku manusia sebagai warga negara yang harus ditaati, dipatuhi, dan dilaksanakan. Bagi mereka yang melanggar diberi sanksi atau hukum ­sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga ­terjamin rasa keadilan dan kebenaran.
2) untuk  menentukan  aturan-aturan yang menjadi pedoman dalam menjalankan hubungan antar sesama manusia sebabagi ­warga negara dan warga masyarakat
3) untuk  mengatur  kehidupan  manusia  sebagai warga negara agar kehidupannya sejahtera. aman, rukun, dan harmonis;
4)  untuk menciptakan suasana aman, tertib, tenteram dan kehidupan yang harmonis rasa.
5)    untuk memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi warga negara.
6)    untuk memberikan perlindungan atas hak ­asasi manusia.
Untuk memahami perundang-undangan yang berlaku, kita harus memahami susunan tata urutan perundang-undangan. Ini disebabkan susunan tata urutan perundangan-undangan mengajar prinsip-prinsip:
1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau berada di bawahnya.
2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum dari peraturan perundangan-undangan tingkat lebih tinggi.
3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling tidak dengan yang sederajat.
5.   Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama, perturan yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak dengan secara tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama dicabut.
6.  Peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus harus diutamakan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Bagaimana susunan tata urutan perundang-undangan di Indonesia? Susunan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan nasional Indonesia diatur dalam  Undang-Undang, No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang No.10 ini menegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara, sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. Undang-Undang ini mengatur mengenai jenis dan hierarki (tata urutan)  peraturan perundang-undangan (Pasal 7).

Adapun jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 10 thun 2004 tersebut adalah sebagai berikut

HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MENU RUT UU NO. 10 TAHUN 2004
1)     UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945
2)     Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
3)     Peraturan Pemerintah
4)     Keputusan  Presiden
5)     Peraturan daerah
1.       Perda Provinsi
2.       Perda Kabupaten/Kota
3.       Perdes/Peraturan yang Setingkat

Namun, tata Urutan sesuai 10 tahun 2014 tersebut sudah tidak berlaku lagi karena telah dikuarkan UU Nomor 12 Tahun 2011. Adapun Jenis  dan  hierarki  Peraturan  Perundang-undangan di Indonesia sesuai pasal UU Nomor 12 Tahun 2011  terdiri atas:
a.  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
b.  Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.  Undang-Undang/Peraturan Pemerintah  Pengganti Undang-Undang; 
d.  Peraturan Pemerintah;
e.  Peraturan Presiden;
f.  Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.  Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai urutan perundangan-undangan ini adalah sebagai berikut:
1.  UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Hukum Dasar tertulis Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi. Menurut. L.J. van Apeldom, Undang-Undang Dasar adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi. Sementara itu E.C.S. Wade menyatakan, bahwa Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Miriam Budiardjo, menyatakan bahwa Undang­Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, hak-hak asasi manusia, prosedur mengubah UUD dan memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
Dalam tata peraturan perundang-undangan di negara Indonesia, menurut Miriam Budiardjo ( 1981: 106-107) Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya, hal ini dikarenakan
a) UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan UU biasa
b)   UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur.
c)  UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa

2.  Undang-Undang
Undang-undang merupakan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan UUD 1945. Yang berwenang membuat UU adalah DPR bersama Presiden. Adapun kriteria agar suatu masalah diatur dengan UU antara lain :
1)     UU dibentuk at as perintah ketentuan UUD 1945,
2)     UU dibentuk atas perintah Ketetapan MPR,
3)     UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu,
4)  UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah dan menambah UU yang sudah ada,
5)     UU dibentuk karena berkaitan dengan hak sasai manusia,
6)     UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.

3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah pengannti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden tanpa terlebih dahulu rnendapat persetujuan DPR. Hal ini dikarenakan PERPU dibuat dalam keadaan "darurat" dalam arti persoalan yang muncul harus segera ditindaklanjuti. Namun demikian pada akhirnya PERPU tersebut harus diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan. Jadi bukan berarti presiden dapat seenaknya mengeluarkan PERPU, karena pada akhirnya harus diajukan kepada DPR pada persidangan berikutnya. Sebagai lembaga legislatif, DPR dapat menerima atau menolak PERPU yang diajukan Presiden tersebut, konsekwensinya kalau PERPU tersebut ditolak, harus dicabut, dengan kata lain harus dinyakan tidak berlaku lagi




4.  Peraturan Pemerintah (PP)
Untuk melaksanakan suatu undang-undang, maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah. ladi peraturan pemerintah tersebut merupakan bentuk pelaksanaan dari suatu undang-undang. Adapun kriteria untuk dikeluarkannya Peraturan pemerintah adalah sebagai berikut :
·     PP tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya,
·   PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana. jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana,
·     PP tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya.
·     PP dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebut  ­secara tegas, asal PP tersebut untuk melaksanakan UU,

5.  Keputusan Presiden
Keputusan Presiden merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk Presiden berdasarkan pasal 4 UUD 1945. Dilihat dari sifatnya Keputusan Presiden ada dua macam, yaitu yang bersifat pengaturan dan yang bersifat penetapan. Yang termasuk jenis peraturan perundang-undangan adalah Keputusan Presiden yang bersifat pengaturan.
Dibandingkan dengan Peraturan pemerintah, Keputusan Presiden dapat dibuat. baik dalam rangka melaksanakan UUD 1945, TAP MPR, UU, maupun PP. Sedangkan PP terbatas hanya untuk melaksanakan UU saja.

6.  Peraturan Daerah (Perda)
Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah daerah Propinsi dan daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota. Masuknya Peraturan Daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan perundang­undangan yang lebuh tinggi. Selain itu Peraturan daerah inijuga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Dengan demikian kalau Peraturan Daerah tersebut dibuat sesuai kebutuhan daerah, dimungkinkan Perda yang berlaku di suatu daerah Kabupaten/Kota belum tentu diberlakukan di daerah kabupaten/ kota lain.
Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang­undangan yang lebih tinggi.

UJI KOMPETENSI

1. Kedudukan UUD 1945 merupakan sumber hukum bagi semua peraturan perundang-undangan. Jelaskan maksudnya!
2.  Jelaskan fungsi peraturan perundang-undangan dalam kehidupan bernegara!
3. Jelaskan  kedudukan  UUD  1945  dalam sistem peraturan perundang-undangan?
4.   Sebutkan tata urutan peraturan perundang-undangan nasional menurut  UU nomer 10 tahun 2004?
5. Jelaskan mengapa presiden membuat peraturan pemerintah pengganti  undang undang
6.   Berikan contoh  salah satu peraturan daerah !





B. Proses Pembuatan Perundang-Undangan
Dalam membahas proses penyusunan perundang-undangan, kita akan memfokuskan pada proses pembentukan Undang-Undang.
Undang-undang adalah peraturan perundangan, yang dalam pembentukannya Presiden harus mendapat persetujuan DPR. Ketentuan tersebut diatur dalam UUD 1945 Pasal 5 Ayat 1 "Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR", Pasal20 Ayat 1 "DPR memegang kekuasaan membentuk UU" dan Pasal 20 Ayat 2 "Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama" .
Dalam pembentukan suatu undang-undang, sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 10 tahun 2004, maka tahap-tahapnya meliputi:
a.   RUU yang diajukan presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
b.   RUU yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR
c.    RUU yang berasal dari DPD dapat diajukan kepada DPR
d. RUU yang telah disiapkan oleh presiden diajukan dengan suart presiden kepada pimpinan DPR
e.   DPR membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.
f.   RUU yang berasal dari DPR disampaikan dengan surat pimpman DPR kepada presiden
g.  Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima.
h.  Apabila dalam satu masa sidang, DPR dan Presiden menyampaikan RUU dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah RUU yang disampaikan DPR, sedangkan RUU yang disampaikan presiden dipakai sebagai pembanding.
i.   Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden Menteri yang ditugasi.
k.  Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya pada rapat komisi panitia alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislatif
l. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia alat kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
m. Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
n. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi UU, penyampaian tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
o.   Presiden membubuhkan tangan tangan dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU disetujui bersama oleh DPR dan presiden.
p. Bila RUU yang telah disetujui bersama, dalam waktu 30 hari tidak ditandangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan. Adapun rumusan kalimat pengesahannya adalah:  UU ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ay at (5) UUD NKRI Tahun 1945.
q. Peraturan perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam:
1)       Lembaran Negara RI
2)       Berita Negara RI
3)       Lembaran Daerah; atau
4)       Berita Daerah
r.  Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI, meliputi :
1)       UU/PERPU
2)      Peraturan Pemerintah
3)      Peraturan Presiden mengenai
ü  pengesahan perjanjian antara negara RI dan negara lain atau badan intemasional ; dan
ü  pernyataan keadaan bahaya
s. Tambahan Lembaran Negara RI memuat penjelasan peraturan perundan-undangan yang dimuat dalam LNRI
t. Tambahan Berita Negara RI memuat penjelasan peraturan perundang-undang yang dimuat dalam Berita Negara RI.

Menurut Kepres No. 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara mempersiapkan RUU dijelaskan sebagai berikut:

1)  Prakarsa Penyusunan Rancangan Undang-Undang yang Berasal dari Pemerintah
Secara singat dapat disimpulkan sebagai berikut. Pembuatan RUU diprakarsai menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang selanjutnya disingkat pimpinan lembaga. Penyusunan RUU melalui tahap-tahap sebagai berikut.
a)     Menyusun draf RUU sesuai bidang tugas masing-masing, selanjutnya
·    Draf RUU tersebut harus dimintakan persetujuan presiden,
· Dikonsultasikan kepada menteri kehakiman dan menteri, serta pimpinan lembaga lainnya yang terkait.
b) Menyusun rancangan akademik mengenai RUU yang akan disusun bersama dengan menteri kehakiman. Pelaksanaannya dapat diserahkan kepada:
·        Perguruan Tinggi,
·        Organisasi sosial,
·        Organisasi 'politik,
·        Organisasi profesi ataukemasyarakatan lainnya sesuai kebutuhan.
Hal ini dilaksanakan agar terwujud keharmonisan, kebulatan, dan kemantapan konsepsi terhadap RUU.
c) Selanjutnya menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa resmi mengajukan permintaan persetujuan prakarsa penyusunan RUU kepada presiden.
d)  Persetujuan presiden terhadap prakarsa penyusunan RUU diberitahukan secara tertulis oleh menteri sekretaris negara kepada menteri atau lembaga pemrakarsa dengan tembusan menteri kehakiman.







2) Panitia antardepartemen dan lembaga
Dalam pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU), pemrakarsa pembentuk RUU membentuk panitia, disebut "Panitia antardepartemen dan lembaga". Panitia ini diketuai oleh pejabat yang ditunjuk sebagai sekretarisnya adalah kepala biro hukum atau kepala satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan pada departemen atau lembaga pemrakarsa tersebut.
Selanjutnya, struktur panitia tersebut dibuatkan surat keputusan. Dengan terbitnya smat keputusan itu panitia kemudian melaksanakan tugas menyusun RUU.

3) Konsultasi RUU
Pada tahap konsultasi ini, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa pembuatan RUU menyampaikan RUU yang telah dihasilkan oleh panitia kepada menteri kehakiman dan menteri atau pimpinan lembaga lainnya yang terkait, untuk memperoleh pendapat, saran, dan pertimbangan terlebih dahulu.
Kemudian menteri kehakiman membantu mengolah seluruh pendapat, sa­ran, dan pertimbangan tersebut. Apabila RUU telah memperoleh kesepakatan dan tidak mengandung permasalahan yang berkaitan dengan aspek tertentu di bidang ideologi , politik, ekonomi, sosial budaya, hukum atau pertahanan keamanan, barulah menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa pembuatan RUU mengajukan RUU tersebut kepada presiden. Selanjutnya menteri sekretaris negara mempersiapkan amanat presiden untuk penyampaiannya kepada pimpinan DPR.

4)  Penyampaian RUU kepada DPR
Pada tahap ini, RUU yang sudah disiapkan disampaikan presiden kepada DPR. Dalam amanat presiden ditegaskan hal-hal yang dianggap perlu antara lain:
   sifat penyelesaian RUU yang dikehendaki,
-  cara penanganan dan pembahasan RUU, dan menteri yang ditugasi presiden dalam pembahasan RUU di DPR. 

5) Prakarsa Penyusunan Rancangan UndangUundang yang Berasal dari DPR
Berdasarkan peraturan Tata tertib DPR RI Nomor 9/DPR-RI/I/1997-1998. RUU yang berasal dari DPR (inisiatif DPR) adalah sebagai berikut.
RUU diusulkan/diajukan oleh sepuluh orang anggota DPR yang tidak hanya terdiri atas satu fraksi atau oleh gabungan komisi. Disampaikan kepada pimpinan DPR secara tertulis disertai daftar nama, tanda tangan, dan nama fraksi pengusul.
Kemudian dalam rapat paripurna; ketua sidang memberitahukan dan membagikan usul RUU tersebut kepada seluruh anggota DPR.
Selanjutnya diadakan rapat  Badan Musyawarah DPR (Bamus OPR) untuk:
·  Memberikan kesempatan kepada pengusul menyampaikan penjelasan tentang maksud dan tujuan RUU usul inisiatif tersebut.
·  Melakukan tanya jawab dan pembahasan oleh anggota Bamus DPR, dan
·    Menentukan waktu pembicaraan RUU tersebut dalam paripurna.
4)  Apabila Bamus menganggap eukup, maka usul RUU tersebut kemudian dibawa ke dalam rapat paripurna di dalam rapat paripurna ini pengusul memberikan penjelasan dan ditanggapi oleh fraksi-fraksi untuk kemudian diambil keputusan.
5)  Apabila usul RUU tersebut diputuskan menjadi RUU inisiatif DPR, maka DPR akan menunjuk suatu komisi/rapat gabungan komisi/panitia khusus untuk membahas dan menyempurnakan RUU usul inisiatif DPR tersebut.
6)  Setelah disempurnakan RUU kemudian dibagikan kepada para anggota DPR, dan oleh pimpinan DPR disampaikan kepada presiden.
7)   Selanjutnya RUU tersebut dibahas di DPR bersama pemerintah.

Demikianlah proses penyiapan RUU, baik yang berasal dari pemerintah maupun yang berasal dari DPR. Tahap berikutnya adalah proses mendapatkan persetujuan (proses pembahasan di DPR).

6). Proses Pembahasan RUU di DPR
Proses pembahasan rancangan undang-undang (RUU) ada 4 (empat)
tingkatan, sebagai berikut.
Tingkat I : Rapat Paripurna
Dalam rapat paripurna ini, apabila RUU itu datang dari pemerintah, maka pembicaraan pertama adalah pemerintah memberikan keterangan atau penjelasan mengenai rancangan uridang-undang (RUU) yang diajukannya itu. Apabila RUU itu yang mengajukan DPR, maka yang memberikan penjelasan adalah pihak DPR, dalam hal ini dapat disampaikan oleh pimpinan Komisi atau Rapat Gabungan Komisi atau Panitia Khusus.
Pembicaraan Tingkat II : Rapat Paripurna
·       RUU yang datang dari Pemerintah.
Apabila rancangan undang-undang (RUU) itu dari pemerintah, maka diadakan pemandanganumum oleh setiap fraksi di DPR terhadap rancangan urtdang- undang (RUU) tersebut. Setelah itu pemerintah menyampaikan jawaban terhadap pemandangan umum tersebut.
·         RUU yang datang dari DPR.
Apabila rancangan undang-undang (RUU) dari inisiatif DPR, maka diadakan tanggapan dari pemerintah terhadap rancangan undang­undang (RUU) tersebut. Setelah itu DPR menyampaikan jawaban dan penjelasan, dalam hal ini dapat disampaikan oleh pimpinan komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus atas nama DPR terhadap tanggapan pemerintah,
Pembicaraan Tingkat III : Rapat KomisifRapat Gabungan KomisifRapat Panitia Khusus
Semua rancangan undang-undang (RUU) dibahas secara keseluruhan mulai dari pembukaan, pasal-pasal, hingga bagian akhir rancangan undang-undang tersebut. Dalarn pernbicaraan tingkat III ini, dapat dilakukan pernbahasan secara bersarna antara DPR dan pernerintah, atau khusus oleh DPR saja.
Pembicaraan Tingkat IV : Rapat Paripurna
Pada pernbahasan rapat paripurna ini, yakni pada tingkat keernpat, antara lain disarnpaikan:
a)   laporan hasil pernbicaraan rapat tingkat rn, .
b) pendapat akhir dari rnasing-rnasing fraksi di DPR, apabila perlu disertai catatan penting tentang pendapat fraksi,
c) pengarnbilan keputusan, pernerintah diberi kesernpatan untuk rnenyarnpaikan sarnbutan terhadap pengarnbilan keputusan tersebut di atas.
4. Proses Pengesahan dan Pengundangan
RUU yang telah disetujui DPR oleh pimpinan DPR dikirirnkan kepada presiden rnelalui sekretariat negara untuk rnendapat pengesahan dari presiden. Setelah disahkan oleh presiden, rnaka RUU tersebut rnenjadi undang-undang, kernudian diundangkan oleh rnenteri sekretaris negara dan berlaku secara nasionaL
C.  Tata Cara Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Tingkat Daerah
Peraturan daerah merupakan peraturan untuk rnelaksanakan aturan hukum di atasnya dan rnenampung kondisi khusus daerah yang bersangkutan. Sebelum menjadi Peraturan Daerah (Perda), terlebih dahulu diproses di lembaga legislatif daerah yakni di DPRD provinsi atau DPRD kabupaten atau kota.
Dalarn proses pernbuatan perda pertarna kali, gubernur mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk nendapatkan pengesahan dari DPRD 'provinsi, dan diajukan oleh bupati atau wali kota jika Raperda kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan dari DPRD kabupaten/kota. Raperda tersebut kemudian dibahas secara bersama-sama antara gubernur dan DPRD provinsi, atau antara bupati/wali kota bersama dengan DPRD kabupaten/kota. Selain itu di tingkat desa/kelurahan juga dimungkinkan dibuat aturan-aturan. Peraturan desa dibuat oleh lurah bersarna dengan Badan Perwakilan Desa (BPD) atau badan yang setingkat. Tata cara pembuatan peraturan desa diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

UJI KOMPETENSI
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1.  Jelaskan prosses pembuatan undang-undang, mulai dari pengajuan RUU hingga pengesahannya!
2. Jelaskan prosses pembuatan peraturan daerah, mulai dari pengajuan rancanaagan peraturan daerah hingga pengesahannya!.




= Baca Juga =



7 Comments

Previous Post Next Post

Social Media